Minggu, 31 Juli 2016

"TANGISAN SEORANG SUAMI"


Ada seorang pria yang mulai dari tidak punya apa-apa bekerja sebagai kuli bangunan hingga akhirnya berhasil menjadi kepala bagian. Kemudian ia membentuk tim pekerja sendiri yang akhirnya berkembang menjadi sebuah perusahaan konstruksi besar.

Istrinya yang mendampingi pria ini sejak dari menjadi kuli bangunan, semakin hari tampak semakin tua. Tubuh yang dulunya langsing, sekarang tampak kasar berlemak, kulit pun tidak sehalus dulu. Ia tampak terlalu sederhana dan pendiam.

Sang suami lalu terpikir, "Inilah saatnya pernikahan ini berakhir".
Ia menabungkan uang sebesar 1 miliar ke dalam bank istrinya,
membelikan juga baginya sebuah rumah di daerah kota. Ia merasa, ia bukanlah suami yang tak berperasaan. Sekiranya ia tidak mempersiapkan bekal bagi hari tua istrinya, hatinya pun tidak tenang……

Akhirnya, ia pun mengajukan gugatan cerai kepada istrinya. Sang istri duduk berhadapan dengannya. Tanpa berbicara sepatah katapun ia mendengarkan alasan sang suami mengajukan perceraian.
Tatapannya terlihat tetap teduh dan tenang.

Ketika hari sang istri pergi dari rumah tiba, sang suami membantunya memindahkan barang-barang menuju rumah baru yang dibelikan oleh suaminya.
Demikianlah pernikahan yang telah dibangun selama hampir 20 tahun lebih itu pun berakhir begitu saja.

Sepanjang pagi itu, hati sang suami sungguh tidak tenang. Menjelang siang, ia pun terburu-buru kembali ke rumah tersebut.

Namun ia mendapati rumah tersebut kosong, sang istri telah pergi. Di atas meja tergeletak kunci rumah, buku tabungan berisi 1 miliar rupiah dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya.

"Aku pamit, pulang ke rumah orang tuaku. Semua selimut telah dicuci bersih, dijemur di bawah matahari, kusimpan di dalam kamar belakang, lemari sebelah kiri. Jangan lupa memakainya ketika cuaca mulai dingin.
Sepatu kulitmu telah kurawat semua, nanti bila akhirnya mulai ada yang rusak, bawa ke toko sepatu di sudut jalan untuk diperbaiki.
Kemejamu kugantung pada lemari baju sebelah atas, kaos kaki, ikat pinggang kutaruh di dalam laci kecil di sebelah bawah.
Setelah aku pergi, jangan lupa meminum obat dengan teratur. Lambungmu sering bermasalah. Aku telah menitip teman membelikan obat cukup banyak untuk persediaanmu selama setengah tahun.
Oh ya, kamu sering sekali keluar rumah tanpa membawa kunci, jadi aku mencetak 1 set kunci serta kutitipkan pada security di lantai bawah. Semisalnya kamu lupa lagi membawa kunci, ambil saja padanya. Ingat tutup pintu dan jendela sebelum pagi- pagi berangkat kerja, kalau tidak, air hujan dapat masuk merusak lantai rumah.
Aku juga membuatkan pangsit. Kutaruh di dapur. Sepulang dari kantor, kamu dapat memasaknya sendiri…"


Tulisannya jelek, sukar dibaca. Namun setiap huruf bagaikan selongsong peluru berisikan cinta tulus, yang ditembakkan menghujam jauh ke dalam ulu hatinya.

Ia memandang setiap pangsit yang terbungkus rapi.
Ia teringat 20 tahun yang lalu ketika ia masih menjadi seorang kuli bangunan, teringat suara istrinya memotong sayur, mempersiapkan pangsit di dapur, teringat betapa suara itu bagikan melodi yang indah dan betapa bahagianya ia pada saat itu.

Ia pun tiba-tiba teringat janji yang diucapkannya saat itu: “Saya harus memberi kebahagiaan bagi istri saya…”

Detik itu juga ia berlari secepat kilat segera menyalakan mobilnya. Setengah jam
kemudian, dengan bersimbah keringat, akhirnya ia berhasil menemukan istrinya di dalam kereta.

Dengan nada marah ia berkata, “Kamu mau ke mana? Sepagian aku letih di kantor, pulang ke rumah sesuap nasi pun tak dapat kutelan. Begitu caranya kamu jadi istri?
Keterlaluan! Cepat ikut aku pulang!”

Mata sang istri berkaca-kaca, dengan taat ia pun berdiri mengikuti sang suami dari belakang. Mereka pun pulang. Perlahan, air mata sang istri berubah menjadi senyum bahagia….
Ia tidak mengetahui bahwa sang suami yang berjalan di depannya telah menangis sedemikian rupa. Dalam perjalanan sang suami dari rumah sampai ke stasiun kereta, ia begitu takut.....
Ia takut tidak berhasil menemukan istrinya....

"Hendaklah setiap suami istri saling mencintai, saling memberi, saling melayani, dan saling membahagiakan satu sama lain.

Hendaklah KASIH selalu hadir dalam kehidupan keluarga. AMIN

MENGAPA RIDHO SUAMI ITU SURGA BAGI PARA ISTRI ?

1. Suami dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun ketika dia dewasa, dia memilih mencintaimu yang bahkan belum tentu mencintainya seumur hidupmu, bahkan sering kala rasa cintanya padamu lebih besar dari pada cintanya kepada ibunya sendiri.
.
2. Suami dibesarkan sebagai lelaki yang ditanggung nafkahnya oleh ayah ibunya hingga dia beranjak dewasa.Namun sebelum dia mampu membalasnya, dia telah bertekad menanggung nafkahmu,
perempuan asing yang baru saja dikenalnya dan hanya terikat dengan akad nikah tanpa ikatan rahim seperti ayah dan ibunya.

3. Suami ridha menghabiskan waktunya untuk mencukupi kebutuhan anak-anakmu serta dirimu.Padahal dia tahu, di sisi ALLAH, engkau lebih harus di hormati tiga kali lebih besar oleh anak-anakmu dibandingkan dirinya.Namun tidak pernah sekalipun dia merasa iri, disebabkan dia mencintaimu dan berharap engkau memang mendapatkan yang lebih baik daripadanya di sisi ALLAH.
.
4. Suami berusaha menutupi masalahnya dihadapanmu dan berusaha menyelesaikannya sendiri.Sedangkan engkau terbiasa mengadukan masalahmu pada dia dengan harapan dia mampu memberi solusi.padahal bisa saja disaat engkau mengadu itu, dia sedang memiliki masalah yang lebih besar.namun tetap saja masalahmu di utamakan dibandingkan masalah yang dihadapi sendiri.
.
5. Suami berusaha memahami bahasa diammu,bahasa tangisanmu sedangkan engkau kadang hanya mampu memahami bahasa verbalnya saja.Itupun bila dia telah mengulanginya berkali-kali.
.
6. Bila engkau melakukan maksiat,maka dia akan ikut terseret ke neraka karena dia ikut bertanggung jawab akan maksiatmu. Namun bila dia bermaksiat, kamu tidak akan pernah di tuntut ke neraka karena apa yang dilakukan olehnya adalah hal-hal yang harus dipertanggung jawabkannya sendiri.
.
Semoga wanita yg membaca tulisan ini mendapatkan jodoh yg sholeh dan lelaki yang membaca artikel ini mendapatkan jodoh yg sholehah pula yg di Ridhoi ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala. Aamiin yaa Rabbal 'Aalamiin


Jumat, 22 Juli 2016

PAPA KEMBALIKAN TANGAN ITA

Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja.

Dia bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu berwarna putih, coretannya tampak jelas. Apa lagi kanak-kanak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh sisi yang sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ayam dan gambarnya sendiri dan sebagainya untuk mengikuti imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.

Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, ‘Kerjaan siapa ini?’ Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya.

Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tak tahu… !’ ‘Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?’ hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata ‘Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!’ katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.

Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.

Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.

Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. ‘Oleskan obat saja!’ jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. ‘Ita demam…’ jawab pembantunya ringkas.

Kasih minum obat penurun panas ,’ jawab si ibu.

Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Memasuki hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. ‘Sore nanti kita bawa ke klinik’ kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.

Tidak ada pilihan..’ katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah.

Tangannya sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah’ kata dokter.

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.

Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.

Papa.. Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa.. sayang mama.’ katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.

Ita juga sayang Kak Narti..’ katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis itu meraung histeris.

Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil.. Ita janji nggak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi,’ katanya berulang-ulang.

Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.

Kamis, 21 Juli 2016

ISTRI YANG MENGELUHKAN SIFAT SANG SUAMI

Seseorang wanita yang baru saja menikah datang pada ibunya dan mulai mengeluh tentang tingkah laku pasangannya itu. Setelah menikah ia baru tahu karakter asli pasangannya yang keras kepala, suka bermalas-malasan, boros, dan lain-lain.

Wanita ini berharap orang tuanya ikut mendukung dia menyalahkan suaminya itu. Namun dia sangat kaget karena saat itu sang ibu hanya diam saja… bahkan kemudian ibunya pergi ke dapur, sementara wanita ini terus bercerita dan mengikuti ibunya ke dapur. Lalu sang ibu mulai memasak air. Setelah beberapa waktu akhirnya air pun mendidih.

Sang ibu lalu menuangkan air yang masih panas itu ke dalam 3 gelas yang telah dia siapkan. Dalam gelas pertama dia memasukkan sebuah telur, di gelas ke dua dia memasukkan wortel, sedangkan di gelas ke tiga di memasukkan kopi.

Setelah menunggu beberapa saat, si ibu menunjukkan isi ketiga gelas tadi ke putrinya itu. Dan hasilnya: wortel yang keras menjadi lunak, telur yang mudah pecah menjadi keras, dan kopi menghasilkan aroma yang harum.

Lalu si ibu mulai menjelaskan:
Anak ku… masalah dalam hidup itu seperti air mendidih. Namun bagaimana sikap kitalah yang menentukan dampaknya.
Kita bisa menjadi:
1. Lembek seperti wortel
2. Mengeras seperti telur
3. Atau harum seperti kopi

Jadi wortel dan telur bukan mempengaruhi air, tapi merekalah yang berubah karena air panas itu. Sementara kopi malah mengubah air, membuat air itu menjadi harum.Akan sangat mudah untuk bersyukur pada saat keadaan kita baik-baik saja, tapi apakah kita dapat tetap bersyukur saat kita ditimpa masalah?”

Hari ini kita belajar ada tiga reaksi orang saat masalah datang menghampiri mereka:
1. Ada yang menjadi lembek, suka mengeluh, dan mengasihani diri sendiri
2. Ada yang mengeras, marah, dan menyalahkan pihak lain
3. Ada juga yang justru semakin harum, menjadi semakin kuat dan bijaksana

Itu semua tergantung pilihan kita sendiri bagaimana kita merespon sebuah permasalahan.

PENGORBANAN SANG SUAMI

Selasa malam, Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih turun. Saya pacu motor dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok. Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi dan membuat saya menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam.


Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan alasan saya berhenti sejenak.

Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan. Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa dan berandai-andai, “Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah isteri dan anak saya?”

Tanpa berlama-lama saya dekati mereka dan saya berusaha menyapanya. ” Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu tidak kedinginan” Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan langsung saya berikan jaket saya.

Tanpa bicara, ibu tersebut tidak menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.

Tunggu sebentar disini bu!” pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu dan saya meminta air putih hangat padanya. an Alhamdulillah, saya justeru mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali memberikannya kepada ibu tersebut. “Ini bu,.. kasih ke anak ibu!” selanjutnya mereka meminumnya berdua.

Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat “Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya” sesaat kemudian ibu tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu pulang kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi…(dia menghentikan bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya.

Ya” jawab saya singkat.

Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak karena agak terkejut dengan pertanyaannya.

Terus terang bu, sebenarnya selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya pergi.” Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah. “Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.

Pak kalau boleh saya minta uang seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya.

Karena perasaan bersalah, saya segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya lepaskan. “ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!” saya berusaha menjelaskannya. “Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana? Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya” kembali ibu tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya, Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas- kannya. Maka saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata sepatahpun.

Tiba tiba anaknya menangis dan semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut. Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya.

Dia meminta no telpon rumah saya dan saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.

Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone saya tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. “Gila.Saya benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan semua didalamnya” dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar meng-ikhlaskan semuanya. “Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya biar bisa lebih ikhlas” dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan tidur.

Keesokan paginya saya terpaksa berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak terlalu saya suka. Saya selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam. Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu saya.

Sampai di kantor, saya kaget melihat sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang tadi malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia menambahkan kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.

Bapak selingkuh ya, pagi-pagi sudah dapat hadiah dari perempuan? tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala..

Segera saya buka kotak tersebut dan “Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga selembar kertas yang tertulis ;

Pak, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua . Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih.

Segera saya telpon isteri saya dan saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal ibadah keluarga tersebut.

PENGORBANAN ADIK KEPADA KAKAKNYA

Angella dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara.

Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.

Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat,tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.

Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama,saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap airmatanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.

Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.”

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.

Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.

“Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya.

“Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.

“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…”

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.

Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.

Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu saja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!” “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggamtanganku.

Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.

Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.”

Semoga Cerita Kisah Nyata yang inspiratif dan Mengharukan di atas dapat kita ambil hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Terima kasih

BERHENTI MENJADI WANITA KARIR DEMI TAAT PADA SUAMI

Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping
masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.

Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.

Belum ”, jawabku datar.

Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”

Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.

Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.

Menunggu suami” jawabnya pendek.

Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya
kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”

Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.

Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.

Kenapa?” tanyaku lagi.

Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.

Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.

Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing.

Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, pusing nih, ambil sendirilah !!”.

Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah
bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)?

Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.

Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini?

Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.

Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya.

Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya.

Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan.

Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.
Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya.

Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya.

Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini”

Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya”

Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara. “Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara- saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain.”

Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.

Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”.  Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.

Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?

Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, saat itu orang tersebut
belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.

Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu.

Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu.

Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.

Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.

Dan dia mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku.

Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku.
Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah…Allahu Akbar

Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya.

40 TAHUN, USIA ISTIMEWA DALAM ISLAM

Ada ungkapan Life Begins at Forty. Hidup baru nendang setelah usia 40 tahun. Begitulah kira-kira bahasa gaul sekarang. Kali ini ada artikel tentang usia 40 tahun yang ditinjau dari sudut pandang Islam.

Ketika Al-Qur’an menyebut sesuatu di dalam ayat-ayat-Nya, tentu ada yang sangat penting atau perlu diperhatikan terhadap sesuatu tersebut. Demikian juga ketika Al-Qur’an memberikan apresiasi tersendiri terhadap tahapan manusia kala mencapai usia 40 tahun yang disebutkan di dalam ayatnya secara eksplisit. Allah swt. berfirman,

حَتَّى إَذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِى إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

"Apabila dia telah dewasa dan usianya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.” (Q.S. al-Ahqâf: 15)

Menurut para pakar tafsir, usia 40 tahun disebut tersendiri pada ayat ini, karena pada usia inilah manusia mencapai puncak kehidupannya baik dari segi fisik, intelektual, emosional, karya, maupun spiritualnya. Orang yang berusia 40 tahun benar-benar telah meninggalkan usia mudanya dan beralih menapaki usia dewasa penuh. Apa yang dialami pada usia ini sifatnya stabil, mapan, kokoh. Perilaku di usia ini karenanya akan menjadi ukuran manusia pada usia-usia berikutnya.

Doa yang terdapat dalam ayat tersebut tentu dianjurkan untuk dibaca oleh mereka yang berusia 40 tahunan. Apalagi mereka yang usianya di atasnya. Di dalamnya tampak terkandung uraian berbagai gejala orang yang berusia 40 tahun, yaitu:

    - nikmat yang sempurna telah diterimanya dan diterima oleh orang
tuanya,
    - kecenderungan diri untuk beramal yang positif,
    - rumah tangga yang beranjak harmonis,
    - kecenderungan diri bertaubat dan kembali kepada Sang Pencipta, 
    - ketegasannya mendeklarasikan diri sebagai pemeluk agama Islam.


Pada ayat yang lain, Allah swt. berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيْرُ

Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam tempo yang cukup untuk berpikir bagi orang-orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan? (Q.S. Fâthir: 37)

Menurut Ibnu Abbas, Hasan al-Bashri, al-Kalbi, Wahab bin Munabbih, dan Masruq, yang dimaksud dengan “umur panjang dalam tempo (tenggang waktu) yang cukup untuk berpikir” dalam ayat tersebut tidak lain adalah kala berusia 40 tahun.

Mengapa umur 40 tahun begitu penting?

Dalam tradisi Islam, usia manusia diklasifikasikan menjadi 4 (empat) periode, yaitu

1) periode kanak-kanak atau thufuliyah,
2) periode muda atau syabab,
3) periode dewasa atau kuhulah, dan
4) periode tua atau syaikhukhah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyebut periode kanak-kanak itu mulai lahir hingga baligh, muda mulai dari usiabaligh sampai 40 tahun, dewasa usia 40 tahun sampai 60 tahun, dan usia tua dari 60-70 tahun.
Usia 40 tahun dengan demikian adalah usia ketika manusia benar-benar meninggalkan masa mudanya dan beralih menapaki masa dewasa penuh yang disebut dengan usia dewasa madya (paruh baya) atau kuhulah. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar psikologi seperti Elizabet B. Hurlock, penulis “Developmental Psychology”. Katanya, “masa dewasa awal” atau “early adulthood” terbentang sejak tercapainya kematangan secara hukum sampai kira-kira usia 40 tahun. Selanjutnya adalah masa setengah baya atau “middle age”, yang umumnya dimulai pada usia 40 tahun dan berakhir pada usia 60 tahun. Dan akhirnya, masa tua atau “old age” dimulai sejak berakhirnya masa setengah baya sampai seseorang meninggal dunia. Nuansa kejiwaan yang paling menarik pada usia 40 tahun ini adalah meningkatnya minat seseorang terhadap agama (religiusitas dan spiritualisme) setelah pada masa-masa sebelumnya minat terhadap agama itu boleh jadi kecil sebagaimana diungkapkan oleh banyak pakar psikologi sebagai “least religious period of life”.

Oleh karena itu, dengan berbagai keistimewaannya, maka patutlah jika usia 40 tahun disebut tersendiri di dalam al-Qur’an. Dan karenanya, tidaklah heran jika para Nabi diutus pada usia 40 tahun. Nabi Muhammad saw. diutus menjadi nabi tepat pada usia 40 tahun. Begitu juga dengan nabi-nabi yang lain, kecuali Nabi Isa as. dan Nabi Yahya as., mereka diutus menjadi nabi ketika usia mereka genap 40 tahun.

Di banyak negara ditetapkan, untuk menduduki jabatan-jabatan elit yang strategis, seperti kepala negara, disyaratkan bakal calon harus telah berusia 40 tahun. Masyarakat sendiri tampak cenderung baru mengakui prestasi seseorang secara mantap tatkala orang itu telah berusia 40 tahun. Soekarno menjadi presiden pada usia 44 tahun. Soeharto menjadi presiden pada umur 46 tahun. J.F. Kennedy 44 tahun. Bill Clinton 46 tahun. Paul Keating 47 tahun. Sementara Tony Blair 44 tahun.

Apa keistimewaan usia 40 tahun?

Salah satu keistimewaan usia 40 tahun tercermin dari sabda Rasulullah saw.,

العَبْدُ الْمُسْلِمُ إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً خَفَّفَ اللهُ تَعَالَى حِسَابَهُ ، وَإِذَا بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً رَزَقَهُ اللهُ تَعَالَى الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ ، وَإِذَا بَلَغَ سَبْعِيْنَ سَنَةً أَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ، وَإِذَا بَلَغَ ثَمَانِيْنَ سَنَةً ثَبَّتَ اللهُ تَعَالَى حَسَنَاتِهِ وَمَحَا سَيِّئَاتِهِ ، وَإِذَا بَلَغَ تِسْعِيْنَ سَنَةً غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ وَشَفَّعَهُ اللهُ تَعَالَى فِى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَكَتَبَ فِى السَّمَاءِ أَسِيْرَ اللهِ فِى أَرْضِهِ – رواه الإمام أحمد

Seorang hamba muslim bila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah akan meringankan hisabnya (perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai enam puluh tahun, Allah akan memberikan anugerah berupa kemampuan kembali (bertaubat) kepada-Nya. Bila usianya mencapai tujuh puluh tahun, para penduduk langit (malaikat) akan mencintainya. Jika usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah akan menetapkan amal kebaikannya dan menghapus amal keburukannya. Dan bila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan dosa-dosanya yang belakangan, Allah juga akan memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya, serta Allah akan mencatatnya sebagai “tawanan Allah” di bumi. (H.R. Ahmad)

Hadits ini menyebut usia 40 tahun paling awal, dimana isinya bermakna bahwa orang yang mencapai usia 40 tahun dan ia tetap memiliki komitmen terhadap penghambaan kepada Allah swt. sekaligus memiliki konsistensi terhadap Islam sebagai pilihan keberagamaannya, maka Allah swt. akan meringankan hisabnya. Perhitungan amalnya akan dimudahkan oleh Allah swt. Ini merupakan suatu keistimewaan tersendiri, karena dihisab, diteliti secara detail, diinterogasi secara berbelit-belit, merupakan suatu tahapan di akhirat yang sangat sulit, pahit, lama, dan mencekam tak ubahnya disiksa, betapa pun siksa yang sebenarnya belum dilaksanakan.

Orang yang usianya mencapai 40 tahun mendapatkan keistimewaan berupa hisabnya diringankan. Boleh jadi ini karena untuk mencapai usia 40 tahun dengan tingkat penghambaan dan keberagamaan yang konsisten tentulah membutuhkan proses perjuangan yang melelahkan.

Tetapi, umur 40 tahun merupakan saat harus waspada juga. Ibarat waktu, orang yang berumur 40 tahun mungkin sudah masuk ashar. 

Senja. Sebentar lagi maghrib. Sahabat Qotadah, tokoh generasi tabiin, berkata, Bila seseorang telah mencapai usia 40 tahun, maka hendaklah dia mengambil kehati-hatian dari Allah ‘azza wa jalla.”

Bahkan, sahabat Abdullah bin Abbas ra. dalam suatu riwayat berkata, Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal kebajikannya tidak unggul mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke neraka.”

Nasihat yang diungkap oleh dua sahabat besar tersebut memberikan pengertian bahwa manusia harus mulai bersikap waspada, hati-hati, dan mawas diri dalam aktivitas pengabdiannya kepada Allah swt. manakala usianya telah mencapai 40 tahun. Ia ditekankan untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan amal kebajikan yang telah dibiasakannya pada usia-usia sebelumnya. Tidak justru “tua-tua keladi”, makin tua dosanya makin menjadi-jadi. Secara keras, Ibnu Abbas ra. mengingatkan manusia yang berumur 40 tahun dan amal kebajikannya masih kalah dibanding dengan amal keburukannya, maka hendaklah ia bersiap-siap ke neraka.

Atas dasar ini, penduduk Madinah dahulu yang didominasi oleh para sahabat Nabi Saw. ketika usia mereka telah mencapi 40 tahun, mereka konsentrasi beribadah. Mereka mulai memprioritaskan hari-harinya untuk aktivitas ibadah. Kesibukan mencari materi mereka kurangi dan beralih memfokuskan diri pada kegiatan yang bersifat non-materi, dalam rangka memobilisasi bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan setelah mati. Hal yang sama dilakukan oleh penduduk Andalusia, Spanyol.

Imam asy-Syafi’i tatkala mencapai usia 40 tahun, beliau berjalan seraya memakai tongkat. Jika ditanya, jawab beliau, Agar aku ingat bahwa aku adalah musafir. Demi Allah, aku melihat diriku sekarang ini seperti seekor burung yang dipenjara di dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara, kecuali telapak kakinya saja yang masih tertambat dalam sangkar. Komitmenku sekarang seperti itu juga. Aku tidak memiliki sisa-sisa syahwat untuk menetap tinggal di dunia. Aku tidak berkenan sahabat-sahabatku memberiku sedikit pun sedekah dari dunia. Aku juga tidak berkenan mereka mengingatkanku sedikit pun tentang hiruk pikuk dunia, kecuali hal yang menurut syara’ lazim bagiku. Di antara aku dan dia ada Allah.”

Syeikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab “al-Bahr al-Maurûd” menyatakan, Kita memiliki keterikatan janji manakala umur kita telah mencapai 40 tahun, bahwa kita harus melipat alas tidur kecuali bila terkuasai (yakni, kantuk berat datang dan tak bisa dihindari), kita tidak boleh alpa dari keberadaan kita sebagai para musafir ke negeri akhirat di setiap detak nafas, sehingga kita tidak merasa memiliki kenyamanan sedikit pun di dunia. Kita harus melihat sedetik nafas dari umur kita setelah usia 40 tahun sebanding dengan 100 tahun dari umur sebelumnya. Begitulah. Pasca usia 40 tahun, tidak ada rehat bagi kita, tidak lagi berebutan atas suatu jabatan (kursi), tidak juga merasa senang dengan sedikit pun dari dunia. Semua itu karena sempitnya usia pasca 40 tahun. Tidaklah pantas orang yang berada di ujung kematian berlaku lalai, lupa, santai, dan bermain-main.”

Lantas, apa yang harus kita lakukan ketika menginjak usia 40 tahun?

Beberapa yang disebutkan Ahmad Syarifuddin dalam bukunya ini adalah:

1. Meneguhkan tujuan hidup
2. Meningkatkan daya spiritualisme
3. Menjadikan uban sebagai peringatan
4. Memperbanyak bersyukur
5. Menjaga makan dan tidur
6. Menjaga konsistensi dan kontinuitas

Jika ada yang mengatakan bahwa: Life began at forty, saya cenderung berpendapat bahwa kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan religius, kehidupan yang berfokus dan konsentrasi untuk persiapan menuju negeri akhirat. Karena bagaimanapun, statemen Helen Rowland itu belum selesai. Lanjutnya, … but so do fallen arches, rheumatism, faulty eyesight, and the tendency to tell a story to the same person, three or four times. Kehidupan memang dimulai umur 40 tahun, tetapi pada saat itu kita juga mulai cekot-cekot, reumatik, rabun, dan kecenderungan pikun.

Karena itu, agaknya syair Ali bin Abi Thalib ra. ini bisa dijadikan renungan,

إِذَا عَاشَ الْفَتَى سِتِّيْنَ عَامًا # فَنِصْفُ الْعُمْرِ تَمْحَقُهُ اللَّيَالِي وَرُبْعُ الْعُمْرِ يَمْضِى لَيْسَ يُدْرَى # أَيُقْضَى فِى يَمِيْنٍ أَوْ شِمَالِ وَرُبْعُ الْعُمْرِ أَمْرَاضٌ وَشَيْبٌ # وَشُغْلٌ بِالتَّفَكُّرِ وَالْعِيَالِ


Jika seorang pemuda dikaruniai usia 60 tahun, maka separuh usianya habis oleh tidur di malam hari. Sementara seperempat usianya berlalu tanpa diketahui, apakah dijalankan ke kanan atau ke kiri. Seperempat usianya yang lain dimangsa oleh sakit, uban, dan kesibukan mengurus keluarga.

Jika umur kita pada kenyataannya lebih banyak yang kita habiskan untuk sesuatu yang tidak berguna, maka kiranya kini saatnya untuk tidak lagi menyia-nyiakan waktu yang tersisa. Sebagaimana sahabat Abdullah bin Umar r.a. pernah menceritakan hadits dari Rasulullah Saw. yang perlu dicamkan berkaitan dengan hal ini.

Rasulullah Saw. memegang kedua pundakku dan bersabda, “Jadilah di dunia seakan-akan kamu orang asing (perantau) atau pengembara (musafir).” Abdullah bin Umar ra. berkata, “Jika berada di waktu sore, jangan menanti waktu pagi. Jika berada di waktu pagi, jangan menanti waktu sore. Pergunakanlah (rebutlah) masa sehatmu (dengan amal-amal shaleh) untuk bekal (antisipasi) masa sakitmu dan masa hidupmu untuk bekal (antisipasi) masa matimu.” (H.R. Bukhari).

Semoga kita digolongkan hamba-Nya yang mampu mengisi umur kita dengan sebaik-baiknya sehingga meringankan hisab kita besok di akhirat. Amin.

ORANG LAIN BISA, SAYA PUN BISA

YAKINLAH, SAYA PUN BISA!

Kata-kata “Saya pun bisa” harus menjadi bagian hidup kita jika kita mau sukses. Coba pikirkan! Apa yang membedakan Anda dengan orang lain yang sukses? Jawabannya karena Anda tidak mengerjakan apa yang orang sukses kerjakan.

Peluang sukses adalah terbuka untuk semua orang, tidak peduli pendidikan, lingkungan, status, uang, dan sebagainya, semua orang bisa sukses jika melakukan hal-hal penyebab kesuksesan. Tentu saja dengan kekecualian, jika Allah tidak mengijinkan Anda untuk sukses maka Anda tidak akan sukses.

SAYA PUN BISA JIKA BELAJAR

Untuk mencari penyebab kesuksesan ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan. Pertama Anda bisa mencontoh orang lain yang telah sukses. Contoh semua tindakannya, pemikirannya, termasuk sikap mentalnya. Orang sukses ada di sekitar Anda, tindakan yang diperlukan hanyalah mencarinya kemudian bertanya. Setelah mendapatkan jawaban Anda tinggal menyesuaikan dengan tujuan yang ingin Anda capai.

Katakan, “Saya Pun Bisa!”. Meski saat ini Anda merasa tidak bisa, masih ada waktu untuk belajar dan mencoba. Jika saat ini tidak bisa, maka besok lusa akan menjadi bisa selama Anda mau belajar dan mencoba. Jadi, jangan terhambat oleh kondisi saat ini. Kondisi saat ini adalah akibat apa yang Anda lakukan dan pikirkan di masa lalu. Kondisi masa depan akan ditentukan oleh pikiran dan tindakan Anda saat ini. Anda akan mengatakan saya pun bisa suatu saat nanti, jika Anda mau berlajar dan mencoba, SEKARANG.

Saya Pun Bisa Jika Mau Membaca

Kedua, selain bertanya kepada orangnya langsung, Anda juga bisa membaca bukunya. Ada beberapa macam buku ditulis, ada buku yang ditulis mengenai biografi seseorang yang telah sukses. Dari buku tersebut Anda bisa belajar banyak dari kehidupan orang sukses. Apa yang dia lakukan dan bagaimana sikap orang tersebut? Jenis buku kedua ialah buku yang ditulis berdasarkan riset atau pengamatan terhadap orang-orang yang sudah sukses. Kelebihan jenis buku kedua ialah lebih mudah dipahami karena si peneliti telah merangkumkan buat Anda. Selain itu sumber yang dia teliti sering lebih dari satu orang, sehingga faktor sukses yang dipaparkan dalam buku tersebut lebih lengkap.

Buatlah program belajar Anda. Apa yang tidak bisa Anda lakukan saat ini, targetkan untuk menguasaianya suatu saat. Apa yang harus Anda lakukan? Mungkin Anda membeli buku, membeli ebook, membeli video, mengikuti seminar, mengikuti pelatihan, memiliki mentor dan berbagai cara lainnya. Banyak yang bisa Anda lakukan agar bisa, agar lebih terampil, agar lebih mahir, dan bisa segala sesuatu yang diperlukan untuk meraih sukses dan kehidupan yang lebih baik.

Bersabarlah, Anda tidak akan langsung pintar dengan membaca satu buku, membaca satu artikel, apalagi satu sms. Jangan tidak sabaran, sedikit belajar kemudian berharap segalanya bisa. Atau Anda mengeluh sulit. Belajar itu perlu proses, perlu kesabaran, dan perlu mencoba agar Anda menjadi bisa. Jangan berharap, Anda langsung bisa segalanya hanya dengan membaca satu artikel.

Buka hati Anda, bacalah artikel dan buku dengan baik dan sabar. Jangan hanya sekilas, itu pun banyak yang terlewat. Ini tantangan Anda, jika ingin menjadi orang yang lebih baik, maka jangan malas untuk memperbaiki diri sendiri. Orang lain yang sukses karena mereka mau belajar. Katakan, “saya pun bisa”, bisa belajar seperti mereka dan akhirnya bisa sukses seperti mereka.

Hal yang menyedihkan ialah justru minat baca di Indonesia masih sedikit. Kita perlu meningkatkan minat baca kita, keluarga kita dan orang-orang disekitar kita. Kabar baiknya di Indonesia harga buku cukup murah (meskipun ada yang mengatakan mahal, mungkin jika dibanding dengan penghasilan). Sebagai perbandingan, saya membeli buku terbitan USA, harganya sekitar US$ 20, sementara buku setebal tersebut di Indonesia harganya sekitar 30-40 ribu rupiah.

COBALAH DAN ADAPTASI

Kadang apa yang dibaca dari orang lain tidak akan cocok dengan kita. Tentu saja karena berbagai kondisi yang berbeda antara orang yang Anda pelajari dengan kondisi Anda. Atau apa yang Anda lakukan ialah benar-benar baru, belum ada orang yang melakukannya. Untuk ini, yang diperlukan adalah keberanian mencoba-coba. Thomas Alfa Edison sampai ribuan kali mencoba membuat bohlam lampu, begitu juga Henry Ford berkali-kali membuat mesin mobil, dan orang yang telah terbukti sukses merintis sesuatu yang baru, pada awalnya melakukan berbagai percobaan atau usaha.

Jangan dulu mengatakan “ah teori”. Apa yang Anda baca seringkali merupakan hasil praktek orang lain. Jika sebuah pelajaran tidak berhasil, ada beberapa kemungkinan yang terjadi:

Bisa jadi, Anda belum benar-benar melakuan apa yang Anda pelajari. Mungkin Anda kurang detil dalam membaca dan mengaplikasikannya.
Bisa jadi, perlu adaptasi, sebab apa yang terjadi pada orang lain akan berbeda dengan situasi dan kondisi Anda. Namun demikian, bukan berarti tidak perlu belajar. Mengetahui arah jauh lebih baik dibandingkan tidak punya arah, dan belajar adalah cara untuk mengetahui arah sejak awal.
Jika orang lain bisa dengan tekun, sabar, berani mengambil resiko, dan pantang menyerah, maka Anda akan mengatakan Saya pun bisa.

Saat Tetap Merasa Tidak Bisa

Jika Anda merasakan, ada sesuatu yang mengganjal. Ada sesuatu yang menghalangi untuk melakukan yang sebenarnya bisa dilakukan. “Orang Lain Bisa, Saya Pun Bisa” hanya seperti sebuah slogan saja. Tetap saja, punya alasan tidak bisa. Tetap saja, orang lain sepertinya beruntung punya bakat dan punya kesempatan. Sementara, saya tidak.

Jika perasaan tidak bisa begitu kuat, artinya itu adalah masalah pikiran atau mental. Anda masih memiliki pikiran negatif. Begitu sulit melepaskan diri dari kungkungan mental tidak bisa.

Maka, jika ini yang terjadi, tugas Anda adalah memperbaiki pikiran Anda. Bangkitkan kekuatan pikiran Anda sekarang juga, sehingga “orang lain bisa, saya pun bisa”, buka hanya sekedar slogan saja.

WAKTU ADALAH NYAWA


Dikisahkan, dibawah sebuah pohon yang rindang, tampak sekelompok anak-anak sedang menyimak pelajaran yang diberikan oleh seorang guru, uniknya, diantara anak–anak itu terlihat seorang kakek duduk bersama mereka, ikut menyimak pelajaran yang diberikan oleh sang guru, kejadian aneh itu ternyata menarik perhatian pemuda yang kebetulan melewati tempat tersebut. Sesuai pelajaran, pemuda yang penasaran tadi menghampiri sang kakek, bertanyalah dia kepada si kakek:

“kek, apakah kakek seorang guru?

“bukan…….., jawab si kakek

“kalau bukan guru, mengapa kakek ikut duduk bersama anak-anak tadi?” si pemuda tambah penasaran

“apa salahnya duduk dengan anak – anak itu? Ketahuilah aku tadi sedang belajar dengan anak – anak itu,”

"Lho, pelajaran tadi kan untuk anak-anak….., bukan untuk orang tua seperti kakek. Memangnya berapa umur kakek? Kok tidak malu belajar bersama dengan anak-anak itu?”

“umur ku tahun ini tepat sepuluh tahun…” jawaba si kakek itu sambil tersenyum.

“Ah…, kakek bercanda kalau menurut perkiraan aku, paling umur kakek sudah 70-an tahun…….” Si pemuda menebak sambil tetap penasaran.

Hahahahahahahah, tebakan mu benar anak muda. Bila dihitung dari saat aku lahir hingga saat ini, umurku memang 70 tahun. Tetapi 60 tahun yang telah ku lewati janganlah dihitung. Yang benar-benar dapat dihitung adalah kehidupanku yang sepuluh tahun terakhir ini,” jawab si kakek penuh misteri.

Si pemuda pun makin dibuat bingung oleh penjelasan kakek tua tadi.” Mengaapa masa 60 tahun itu tidak dihitung? Apa artinya ?

Sambil menghela napas panjang si kakek menjawab,
”Sejak kecil sampai usia 20 tahun, seharusnya itulah waktu terbaik untuk belajar. Tapi aku gunakan waktu itu hanya untuk bermain dan bersantai-santai. Sebab semua keinginan dan kebutuhan disediakan berlimpah–limpah oleh orangtuaku. Lalu 20 tahun berikutnya waktu yang seharusnya berjuang dan meniti karir. Maka aku gunakan untuk berfoya-foya dan menghabiskan harta orang tuaku. Dan 20 tahun ketiga, waktu yang seharusnya untuk mengumpulkan tabungan masa pansiunku, malah ku gunakan untuk bertamasya tak karuan tujuanya. Semua harta yang tersisa kuhambur hamburakan karena aku hanya mengejar kesenangan sesaat. Coba pikir, bukanlah 60 tahun yang telah kulewati itu sia sia belaka?’

“Bagaimana dengan sepuluh tahun terakhir?

Dengan mata berkaca-kaca si kakek berkata, “sepuluh tahun terakhir ini aku baru sadar, bahwa 60 tahun hidupku telah kulalui tanpa makan, tanpa tujuan, dan tanpa cita-cita…inilah sebab-akibat, inilah akibat karmaku yang dilakukan pada masa lalu. aku sudah bangkrut, jatuh miskin, sebatang kara, tidak punya teman yang bisa membantu, dan hanya hidup dari belas kasihan orang lain. Tetapi sejak kesadaran itu muncul, aku merasa seperti baru lahir kembali dan memutuskan untuk belajar hidup dari awal lagi,”

Setelah berhenti sejenak si kakek meneruskan kata-katanya
“anak muda… jangan meniru seperti apa yang telah aku jalani. Karena, waktu adalah modal utama yang dimiliki setiap manusia. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya untuk belajar, berusaha, dan berkarir. Gunakan waktumu untuk tujuan yang mulia, maka kelak di hari tuamu kau akan merasa bahagia. Karena kehidupanmu bukan hanya berguna bagi diri mu sendiri, tetapi juga harus berarti bagi orang lain.’

Sahabat ,
Kisah tadi sungguh menggambarkan sebuah perlajanan hidup yang sangat sia-sia dan tidak berguna. Ini merupakan pelajaran berharga bukan saja untuk anak–anak dan orang muda, tapi juga untuk kita semua. Jangan sampai kita menyia–nyiakan waktu selagi kita memilikinya. Apalagi saat kita masih berkemampuan penuh meraih segala sesuatu yang kita inginkan, yang terbaik buat hidup kita. Waktu adalah modal utama dan kekayan yang paling berharga yang dimiliki setiap orang. Maka tak salah jika ada ungkapan, times is money. Atau ungkapan yang lebih bernilai adalah:

"TIME IS LIFE. WAKTU ADALAH NYAWA"

dan apa yang didapat dalah hidup itu ditentukan oleh sang waktu. Semua orang memiliki waktu yang sama 24 jam dalam sehari semalam, meskipun demikian, apa yang didapat maupun dihasilkan oleh setiap individu tidaklah sama. Orang – orang tertentu bisa mendapatkan penghasilan puluhan hingga ratusan juta dan berbagai kehidupan baik yang sangat prestatif, sementara orang – orang lainya hanya mendapat kan puluhan hingga ratusan ribu belaka dengan kebajikan yang biasa saja. Dalam jangka waktu yang sama, sejumlah orang dapat melakukan berbagai kegitan strategis, tetapi orang – orang lainya justru membunuh waktu dan melakukan hal tidak bermanfaat.

Orang –orang yang memiliki kebiasan hidup efektif biasanya mampu mendapatkan manfaat dan nilai tertinggi dari waktu yang dimikinya. Merekalah orang – orang yang sukses alias the winner.

Sebaliknya orang –orang yang kebiasaan hidupnya tidak efektif, pasti hanya mendapatkan sedikit manfaat dari waktu yang dimilikinya. Merekalah orang – orang yang gagal dalam hidup ini.

Jangan pernah menunda berbuat baik sebanyak-banyaknya, lakukan kebajikan saat ini, karena kebanyakan manusia menyesal ketika batas waktu kehidupan telah berakhir.



10 PRINSIP KEDAMAIN

1. Jangan mencampuri urusan orang lain, kecuali diminta
Banyak diantara kita mempunyai masalah karena terlalu mencampuri urusan orang lain.Kita melakukannya karena yakin bahwa cara kita adalah cara terbaik, logika kita adalah logika yang sempurna dan siapapun yang tidak sesuai dengan pemikiran kita harus dikritik dan ditunjukkan arah yang benar, arah kita.Pemikiran ini menyangkal keberadaan individu dan keberadaan Tuhan. Tuhan menciptakan setiap kita dengan cara yang unik. Tidak ada dua manusia yang berpikir persis satu sama lain. Setiap pria/wanita bertindak sesuai yang mereka inginkan karena memang Tuhan membentuknya demikian. Uruslah urusan kita sendiri dan tetaplah dalam kedamaian. Jika diminta barulah kita membantu.....

2. Maafkan dan Lupakan:
Ini adalah hal paling berpengaruh besar dalam kedamaian hati dan pikiran kita. Kita selalu membangun perasaan sakit hati kepada orang yang membuat gara-gara atau menyakiti kita. Kita memelihara keluhan. Pada gilirannya ini akan menyebabkan kita kurang tidur, menyebabkan sakit maag & tekanan darah tinggi. Luka ini hanya terjadi satu kali, tapi efeknya bisa berlangsung sepanjang masa karena kita selalu mengingatnya. Buanglah kebiasaan buruk ini. Hidup terlalu singkat dan terlalu berarti untuk dihabiskan dengan hal-hal seperti itu. Maafkan, Lupakan lalu bergeraklah maju. Kasih itu berkembang dari memberi dan memaafkan.

3. Jangan mengejar Pengakuan
Dunia ini penuh dengan orang egois. Mereka jarang memuji seseorang tanpa maksud tertentu. Mereka mungkin memuji anda hari ini karena anda berkuasa, tapi segera setelah anda tidak berkuasa lagi, mereka akan melupakan apa yang sudah anda raih dan mulai mencari kesalahan anda. Mengapa kita harus membunuh diri kita sendiri dengan mencari pengakuan dari orang semacam itu? Pengakuan dari mereka tidaklah layak untuk dijadikan alasan kita sakit hati. Kerjakanlah tugas kita dengan ber-etika dan tulus, tidak mengejar pengakuan

4. Jangan iri kepada orang lain
Kita semua tentunya pernah mengalami betapa rasa iri dapat mengganggu kedamaian hati dan pikiran kita. Anda mengetahui bahwa anda bekerja lebih keras dari rekan anda di kantor, tapi seringkali merekalah yang mendapatkan promosi, anda tidak. Anda memulai bisnis beberapa tahun yang lalu, tapi anda tidak sesukses tetangga sebelah yang bisnisnya baru satu tahun. Begitu banyak contoh seperti ini dalam kehidupan sehari-hari. Haruskah kita iri? Tidak, Ingatlah bahwa kehidupan seseorang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa, yang mana sekarang sudah menjadi kenyataan. Jika kita ditentukan untuk jadi kaya, tidak ada sesuatupun di dunia yang bisa menghentikan kita. Jika kita tidak ditentukan demikian, tidak seorangpun dapat menolong kita. Tidak ada sesuatu apapun yang kita dapatkan dari menyalahkan orang lain untuk ketidak-beruntungan kita. Iri tidak membuat kita kemana-mana, rasa iri hanya membuat kita kehilangan rasa damai di hati.
Berdoalah dan memohon kepada Tuhan agar dibukakan pintu dan jalan yang baik untuk kita. Jika Tuhan sudah membuka pintu, siapakah yang dapat menutupnya?

5. Sesuaikan diri kita sesuai dengan lingkungan yang berlaku (sampai batas tertentu)
Jika kita ingin merubah lingkungan seorang diri, besar kemungkinan kita akan gagal. Sebaliknya, sesuaikanlah diri kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketika melakukan ini, meskipun lingkungannya kurang bersahabat dengan kita, akan terjadi perubahan secara misterius menuju kedamaian dan lebih menyenangkan.
Ini memang tidak mudah dan mungkin menyakitkan, tapi tetaplah pada jalan kebaikan dan kebenaran, kebaikanlah yang akan menang pada akhirnya.
Tambahan: satu hal penting lainnya adalah kita harus memutuskan, apakah kita memang perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan itu, ataukah justru meninggalkannya sama sekali kalau memang tidak sesuai dengan kebaikan dan kebenaran.

6. Bertahanlah jika belum mendapat pemulihan.
Inilah cara terbaik merubah ketidak-beruntungan menjadi keuntungan. Setiap hari kita menghadapi berbagai ketidakpastian, sakit-penyakit, musibah dan kecelakaan yang diluar kendali kita. Jika kita tidak dapat mengontrol atau merubahnya, kita harus belajar untuk mengatasi berbagai hal-hal ini. Kita harus belajar untuk bertahan dengan tidak berduka. Percayalah pada diri sendiri dan kita akan memperoleh kesabaran, kekuatan batin dan iman. Dan jangan lupa berdoa, percayalah bahwa Tuhan tidak memberikan ujian melebihi kekuatan seseorang untuk menanggungnya.

7. Jangan menggigit lebih dari yang bisa kita kunyah
Ungkapan diatas sebaiknya kita ingat-ingat terus. Kita seringkali ingin menanggung tanggung jawab lebih berat dari yang bisa kita tanggung. Hal ini untuk memuaskan ego kita. Ketahuilah batas-batas kemampuan kita. Mengapa harus memuat beban tambahan yang membuat hidup tidak tenteram dan banyak kekuatiran? Kita tidak bisa mendapatkan kedamaian batin dengan memperluas kegiatan di luar diri kita. Kurangilah ikatan dengan materi, dan lebih banyaklah meluangkan waktu dalam doa, introspeksi dan meditasi. Hal ini akan mengurangi pikiran-pikiran yang membuat seakan-akan kita tidak pernah istirahat. Pikiran dan hati yang tenang akan menghasilkan pikiran dan hati yang damai.

8. Ber-meditasilah secara teratur
Meditasi menenangkan pikiran dan menyingkirkan pikiran-pikiran yang mengganggu. Ini adalah keadaan tertinggi dari kedamaian pikiran. Cobalah dan alami sendiri. Jika kita bermeditasi secara teratur setengah jam sehari, pikiran dan hati kita akan menjadi lebih tenang dalam dua puluh tiga setengah jam sisanya. Pikiran dan hati kita menjadi tidak mudah terganggu seperti sebelumnya. Kita akan makin mendapat manfaat jika kita meningkatkan waktu untuk meditasi secara teratur. Kita mungkin akan berpikir hal ini bisa mengganggu pekerjaan kita sehari-hari. Justru sebaliknya, hal ini akan meningkatkan efisiensi dan kita akan bisa memproduksi hasil yang lebih baik dalam waktu yang lebih singkat.

9. Jangan biarkan pikiran dan hati kita kosong
Pikiran dan hati yang kosong merupakan makan empuk bagi iblis. Semua aksi jahat selalu dimulai dari pikiran dan hati yang kosong. Jagalah agar pikiran dan hati kita selalu terisi dengan hal-hal positif, hal-hal yang bermanfaat. Aktiflah melakukan kesukaan kita. Mengerjakan sesuatu yang menarik bagi kita. Kadang kita harus memilih mana yang lebih kita utamakan: uang ataukah kedamaian hati. Hobby kita, kerja sosial atau pelayanan, tidak selalu menghasilkan uang bagi kita, tapi kita akan merasakan kedamaian dan kemajuan. Bahkan saat kita sedang beristirahat secara fisik, selalu lah menjaga pikiran dan hati kita dengan selalu mengingat nama Tuhan

10. Jangan menunda dan jangan pernah menyesal
Jangan membuang waktu dengan selalu bertanya-tanya “Haruskah saya atau Tidak haruskah saya?”. Berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun waktu mungkin terbuang untuk debat mental yang melelahkan itu. Kita tidak merencanakan dengan SEMPURNA karena kita TIDAK MUNGKIN mengantisipasi SEMUA yang akan terjadi di masa depan. Hargailah waktu yang ada dan kerjakan apa yang mungkin dilakukan saat ini. Tidak masalah jika mengalami kegagalan. Kita dapat belajar dari kegagalan itu dan meraih sukses di kesempatan berikutnya. Duduk dan berkhawatir tidak akan membuat kita kemana-mana. Belajarlah dari kesalahan kita, tapi tidak terus merenungi masa lalu.
Jangan menyesali yang sudah terjadi. Apapun yang sudah terjadi, memang sudah seharusnya terjadi seperti itu. Masa lalu tidak bisa diubah lagi, yang bisa kita lakukan adalah melakukan sesuatu untuk SAAT INI, menuju masa depan yang lebih baik.

KETIKA

1. KETIKA AKAN MENIKAH
Janganlah mencari istri, tapi carilah ibu bagi anak-anak kita.
Janganlah mencari suami, tapi carilah ayah bagi anak-anak kita.

2. KETIKA MELAMAR
Anda bukan sedang meminta kepada orang tua si gadis, tapi meminta kepada TUHAN melalui wali si gadis.

3. KETIKA MENIKAH
Anda berdua bukan menikah di hadapan negara, tetapi menikah di hadapan TUHAN.

4. KETIKA MENEMPUH HIDUP BERKELUARGA
Sadarilah bahwa jalan yang akan dilalui tidak melalui jalan bertabur bunga, tetapi juga semak belukar yang penuh onak dan duri.

5. KETIKA BIDUK RUMAH TANGGA OLENG
Jangan saling berlepas tangan, tapi sebaliknya justru semakin erat berpegang tangan.

6. KETIKA TELAH MEMILIKI ANAK
Jangan bagi cinta anda kepada suami/istri dan anak Anda, tetapi cintailah istri atau suami Anda 100% & cintai anak-anak Anda masing-masing 100%.

7. KETIKA ANDA ADALAH SUAMI
Boleh bermanja-manja kepada istri tetapi jangan lupa untuk bangkit secara bertanggung jawab apabila istri membutuhkan pertolongan Anda.

8. KETIKA ANDA ADALAH ISTERI
Tetaplah berjalan dengan gemulai dan lemah lembut, tetapi selalu berhasil menyelesaikan semua pekerjaan.

9. KETIKA MENDIDIK ANAK
Jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur kepada anak.

10. KETIKA ANAK BERMASALAH
Yakinilah bahwa tidak ada seorang anakpun yang tidak mau bekerjasama dengan orang tua, yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tuanya.

11. KETIKA ADA ‘PIL’/ Pria Idaman Lain.
Jangan diminum, cukuplah suami sebagai tambatan hati.

12. KETIKA ADA ‘WIL’/ Wanita Idaman Lain.
Jangan dituruti, cukuplah istri sebagai pelabuhan hati.

13. KETIKA MEMILIH POTRET KELUARGA
Pilihlah potret keluarga sekolah yang berada dalam proses pertumbuhan menuju potret keluarga bahagia.

14. KETIKA INGIN LANGGENG & HARMONIS
GUNAKANLAH FORMULA 7K
1. Ketakutan akan Tuhan
2. Kasih sayang
3. Kesetiaan
4. Komunikasi dialogis
5. Keterbukaan
6. Kejujuran
7. Kesabaran

KISAH 3 KUNCI KEBAHAGIAAN

Jaman dahulu ada seorang perempuan yang mudah sekali terpancing amarah karena urusan sepele sekalipun. Dia menyadari kekurangannya ini, maka dia mengunjungi vihara dimana dia berharap bertemu dengan bhiksu kepala untuk mendapatkan siraman rohani , siapa tahu tabiatnya akan menjadi lebih baik.!

Bhiksu setelah mendengarkan penuturannya, tanpa sepatah kata menggiringnya ke dalam sebuah ruang perenungan. Dengan meninggalkan sendiri wanita itu dalam ruang, bhiksu menguncinya dari luar!

Itu sama sekali diluar dugaan wanita itu, dengan cepat meledaklah amarahnya ! Sambil berjingkrak-jingkrak dia mengomel keras. Setelah lelah mengomel, wanita itu mulai merengek-rengek, namun bhiksu itu sama sekali tidak menghiraukannya ! Wanita itu akhirnya diam.

Tidak lama kemudian bhiksu itu kembali ke depan pintu dan bertanya : " Apa kamu masih marah ? "

Perempuan itu menjawab : " Saya hanya marah pada diri saya sendiri, kok begitu bodoh datang kesini untuk menjalani hukuman ini ! "

" Orang yang bahkan dirinya sendiri saja tidak bisa memaafkan, mana bisa hatinya sejuk bagaikan air tenang ? " Bhiksu itu berlalu pergi sambil mengayunkan jubahnya.

Sesaat kemudian bhiksu kembali lagi dan bertanya : " Masih marah ? "

" Tidak. " jawab perempuan itu.

"Mengapa ? "

" Marah juga tidak ada gunanya ! "

" Kalau begitu, amarahmu sebenarnya masih belum hilang, karena masih di tekan dan tersimpan dalam hati. Bila nanti meledak akan jauh lebih dahsyat lagi ."

Lewat beberapa saat, bhiksu itu datang kembali untuk ke tiga kalinya. Wanita itu menyambutnya sambil memberitahukan : " Saya tidak marah lagi karena tidak patut marah ! "

" Masih tahu patut dan tidak patut, dalam hatimu masih terlihat adanya pertimbangan-pertimbangan. Kamu masih menyimpan akar amarah ! " Bhiksu itu menjawab sambil tertawa.

Ketika matahari senja menyinari bhiksu yang berdiri didepan pintu, wanita itu bertanya lagi : " Guru Besar, apa itu amarah ? "

Bhiksu itu menjawab dengan perlahan-lahan menumpahkan air teh dari gelas yang dipegangnya keatas tanah. Perempuan itu memandangi adegan itu cukup lama................ tiba-tiba dia mengerti apa yang hendak disampaikan sang guru kepadanya. Kemudian dia pamit dan pulang.

Buat apa susah-susah mau marah-marah ? Amarah itu "benda" yang dibuang dan dilemparkan orang lain untuk kita, yang kita terima dan telan membuat kita kesal marah mau muntah ! Namun bila kita abaikan dan campakkan, "benda " itu dengan sendirinya akan terbang buyar hilang.

Marah-marah adalah perbuatan bodoh karena menimpakan kesalahan orang lain untuk menghukum diri kita sendiri ! Kebahagiaan dan kegembiraan dalam hidup ini begitu melimpah ruah untuk dinikmati, buat apa buang-buang waktu untuk marah-marah !

Menjadi orang baik sebenarnya cukup mudah, memiliki hati gembira sebenarnya juga sangat sederhana ! Barangkali 3 kunci dibawah ini dapat membantu :
( 1 ) Jangan menghukum diri sendiri dengan kesalahan yang dibuat sendiri !
( 2 ) Jangan menghukum orang lain dengan kesalahan kita !
( 3 ) Jangan menghukum diri sendiri dengan kesalahan yang diperbuat orang lain !

Kiranya ke 3 bisikan hati yang sangat polos ini, boleh kita jadikan kunci membuka kebahagiaan hidup !